Rabu, 27 Juni 2012


TEKNIK PERSIDANGAN *
Oleh: A. Arif Rofiki, M.Pd.I **

A.  Pendahuluan
Organisasi adalah persekutuan (perkumpulan) dua orang atau lebih yang bekerja  sama untuk mencapai tujuan bersama dan terikat dalam suatu ikatan hierarkis (senantiasa terdapat hubungan antar sesama atau atasan dan bawahan). Secara hierarkis organisasi merupakan wadah kegiatan administrasi, manajemen, dan proses antar personil yang ada di dalamnya.
Organisasi selalu bertitik tolak pada peraturan-peraturan dalam pelaksanaan seluruh aktivitasnya, sebagai upaya untuk mencapai tujuan bersama. Peraturan tersebut adalah hasil keputusan musyawarah dalam organisasi yang telah disepakati melalui rapat atau persidangan. Keputusan-keputusan yang diambil dalam persidangan tentunya merupakan kebijaksanaan organisasi yang harus ditaati oleh anggotanya. Sidang atau persidangan adalah salah satu kelengkapan organisasi yang mutlak harus dimiliki oleh setiap organisasi, karena di tangan persidangan inilah arah dan tujuan organisasi tersebut ditentukan. Melalui sidang pulalah baik buruknya sebuah laju organisasi dapat dievaluasi.
Persidangan atau rapat-rapat yang bersifat formal seperti rapat kerja (raker), konggres/konferensi (membahas AD/ART dan suksesi pengurus) tentu bukan hal yang asing lagi bagi organisatoris. Namun demikian tidak banyak diantara organisatoris yang dapat menerapkan persidangan secara sistematis dengan seperangkat aturan tertentu yang telah disepakati, sehingga persidangan yang semestinya bersifat formal menjadi informal. Untuk dapat mewujudkan persidangan formal yang sistematis dan terarah, maka dibutuhkan sebuah teknik persidangan agar dapat dihasilkan keputusan-keputusan efektif penentu laju organisasi dan tidak terjebak oleh keputusan-keputusan kaku yang bisa merugikan orang banyak.

B.  Pengertian Sidang
Secara umum sidang adalah berkumpul, bermusyawarah, dan berunding. Sidang adalah pertemuan formal suatu organisasi guna membahas masalah tertentu dalam upaya menghasilkan keputusan sebagai sebuah kebijakan. Definisi sidang seringkali disinonim-kan dengan rapat. Meskipun tidak sama persis, namun pada dasarnya keduanya memiliki makna yang sama.
Sidang merupakan forum formal bagi pengambilan keputusan yang akan menjadi kebijakan dalam sebuah organisasi (berstruktur dan mempunyai susunan hierarkis) dengan diawali oleh konflik. Rapat adalah forum yang bersifat formal bagi pengambilan kebijakan organisasi dalam bentuk keputusan, kesepakatan atau lainnya tanpa harus didahului oleh konflik. Sedangkan musyawarah adalah forum informal sebagai sarana pengambilan keputusan, kesepakatan, penyebaran informasi atau lainnya dalam sebuah institusi tanpa harus didahului oleh konflik.

C.  Macam-Macam Sidang
Sidang ditinjau dari segi pesertanya (instansi pengambilan keputusan), adalah sebagai berikut:
1.    Sidang Pleno (disebut sidang besar karena diikuti oleh seluruh peserta sidang tanpa kecuali (peserta dan peninjau).
ü Sidang pleno dipimpin oleh Presidium Sidang.
ü Sidang pleno biasanya dipandu oleh Steering Committee.
ü Sidang pleno membahas dan memutuskan segala sesuatu yang berhubungan dengan permusyawaratan.
ü Sidang pleno dilakukan untuk memberi keputusan final agenda sidang yang telah dirumuskan sebelumnya pada sidang komisi.
ü Termasuk ke dalam kategori sidang ini adalah sidang pendahuluan yang biasanya untuk menetapkan jadwal, tata tertib, pembahasan agenda, dan pemilihan presidium sidang. Sidang mengesahkan laporan pertanggung jawaban yang dipimpin oleh presidium sidang.

2.    Sidang Paripurna
ü Sidang paripurna diikuti oleh seluruh peserta dan peninjau permusyawaratan
ü Sidang paripurna dipimpin oleh presidium sidang
ü Sidang paripurna mengesahkan segala ketetapan dan keputusan yang berhubungan dengan permusyawaratan
ü Berisi tentang pengesahan akhir hasil-hasil sidang

3.    Sidang Komisi (sidang ini hanya diikuti oleh anggota komisi saja untuk memudahkan perumusan dan pengambilan kebijakan sementara sehingga pembahasan bidang yang telah ditentukan lebih terfokus serta untuk pematangan materi sebelum diplenokan (membahas lebih spesifik/rinci/detail pada pokok permasalahan masing-masing komisi yang telah ditentukan pada sidang pleno).
ü Dipimpin oleh ketua komisi serta dibantu sekretaris.
ü Ketua komisi dipilih dari dan oleh anggota komisi dalam komisi tersebut
ü Sidang komisi beranggotakan peserta dan peninjau yang ditentukan oleh sidang pleno
ü Keputusan pada sidang komisi bersifat non permanen (dapat berubah) kemudian dibawa ke dalam sidang pleno untuk mendapat keputusan terakhir.


4.    Sidang Sub Komisi (sidang ini lebih terbatas dalam sidang komisi guna mematangkan materi lanjut.
Sidang ditinjau dari struktur (jabatan) organisasi terbagi menjadi beberapa macam diantaranya sebagai berikut:
ü Kongres / Muktamar / Munas / Mubes
ü Musyawarah Daera (MUSDA)
ü Konferensi
ü Rapat Tahunan Anggota
ü Rapat Kerja
ü Rapat Presidium

D.  Kelengkapan Sidang
1.    Pimpinan Sidang
Pimpinan sidang adalah orang yang memimpin persidangan dan di tangannyalah kesepakatan-kesepakatan dalam persidangan ditetapkan. Dia dipilih dari dan oleh pengurus serta anggota. Pimpinan sidang dituntut untuk bersikap adil dan bijaksana dalam menyikapi pendapat-pendapat yang berkembang dalam persidangan. Pimpinan sidang memiliki hak yang sama dengan peserta sidang.
Sukses tidaknya sebuah persidangan tergantung pada pimpinan sidang. Oleh karena itu ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh pimpinan sidang, antara lain  sebagai berikut:
a.    mengarahkan sidang dalam penyelesaian masalah
b.    menjelaskan masalah yang akan dibahas
c.    memberi kesempatan kepada peserta untuk  menyampaikan pendapat atau gagasan serta menyalurkan aspirasinya
d.   peka terhadap masalah yang  berkembang
e.    tidak mudah terpancing (emosional) dan tidak memaksakan kehendaknya
f.  menyimpulkan dan menjelaskan hasil-hasil keputusan yang diambil serta mengusahakan untuk mendapat kesepakatan dalam pengambilan keputusan
Diantara syarat-syarat yang harus dimiliki pimpinan sidang adalah:
a.    mempunyai sikap leadership
b.    memiliki pengetahuan yang cukup tentang persidangan dan wawasan luas
c.    bijaksana dan bertanggung jawab
d.   peka terhadap situasi dan cepat untuk mengambil inisiatif dalam situasi kritis 
Pimpinan sidang dituntut mempunyai sikap sebagai berikut:
a.    simpatik dan menarik
b.    disiplin
c.    sopan dan hormat dalam kata-kata dan perbuatan
d.   bersikap adil dan bijaksana terhadap peserta
e.    menghargai pendapat orang lain (peserta)

2.    Peserta Sidang
Peserta sidang adalah orang yang memiliki kepentingan untuk bersidang. Peserta sidang mempunyai hak diantaranya:
a.    Hak Bicara, adalah untuk bertanya, mengeluarkan pendapat dan mengajukan usulan kepada pimpinan baik secara lisan maupun tertulis.
b.    Hak Suara, adalah hak untuk ikut ambil bagian dalam pengambilan keputusan.
c.    Hak Memilih, adalah hak untuk menentukan pilihan dalam proses pemilihan.
d.   Hak Dipilih, adalah hak untuk dipilih dalam proses pemilihan.
Peserta sidang mempunyai kewajiban diantaranya:
a.    Mentaati tata tertib persidangan/permusyawaratan
b.    Menjaga ketenangan/harmonisasi persidangan

3.    Peninjau
Peninjau adalah orang yang hadir dalam persidangan kecuali peserta dan pimpinan sidang. Peninjau memiliki kewajiban yang sama dengan peserta sidang. Peninjau memiliki hak yang sama dengan peserta sidang. Tetapi peninjau tidak dapat menggunakan hak suaranya dalam pengambilan keputusan.

4.    Draft Sidang
Draft sidang adalah draft yang berisi permasalahan-permasalahan dan bahan yang akan dibahas dalam persidangan. Biasanya terdiri dari draft tatib, AD/ART, dll yang disusun sebelumnya oleh tim perumus sidang atau panitia khusus.

5.    Konsideran
Lembar konsideran adalah kertas yang berisi lembaran keputusan-keputusan apa saja yang akan diambil dalam persidangan.

6.    Tempat Sidang
Sebagai pertemuan formal, sidang memerlukan tempat yang memadai, agar sidang berjalan dengan lancar dan tertib, serta tujuan yang dikehendaki dapat tercapai. Karena itu, persyaratan di bawah ini perlu mendapat perhatian, seperti:
a.    Tempat yang representatif (ruangannya luas)
b.    Ruangan harus bersih dan sehat
c.    Keamanan harus terjamin serta tersedia saran pengunjung lainnya.

7.    Perlengkapan Sidang
Dalam melaksanakan persidangan, ada beberapa perlengkapan sidang yang harus diperhatikan, yakni:
a.  palu sidang (adalah palu yang digunakan untuk menetapkan suatu keputusan. Palu sidang merupakan nyawa dari persidangan, karena walaupun keputusan telah disepakati, tidak akan sah apabila tidak ada palu sidang untuk menetapkannya).
b.  kursi dan meja sidang
c.   podium
d.  pengeras suara dan lain-lain

8.    Tata Tertib Sidang
Agar acara persidangan berjalan dengan lancar, maka diperlukan tata tertib yang mendukung terciptanyakelancaran tersebut. Dengan demikian perlu disusun tata tertib yang menyangkut:
a.    hak dan kewajiban peserta sidang
b.    peraturan mengenai keputusan sidang
c.    peraturan hak suara dalam persidangan
d.   peraturan pemilihan pemimpin siding dan sebagainya

9.    Quorum dan Pengambilan Keputusan
Quorum adalah syarat sahnya sidang dapat diadakan, karena tingkat quorum menunjukkan sejauh mana tingkat representasi dari peserta sidang. Semakin tinggi jumlah quorum, semakin tinggi pula tingkat representasi dari sidang tersebut. Persidangan dinyatakan sah/quorum apabila dihadiri oleh sekurang-kurangnya ½ + 1 dari peserta yang terdaftar pada panitia (bisa juga ditentukan melalui konsensus).
Setiap keputusan didasarkan atas musyawarah untuk mufakat, dan jika tidak berhasil diambil melalui suara terbanyak (½ + 1) dari peserta yang hadir di persidangan. Bila dalam pengambilan keputusan melalui suara terbanyak terjadi suara seimbang, maka dilakukan lobbying sebelum dilakukan pemungutan suara ulang sampai ditemukan selisih.

10.    Notulensi
Bertugas untuk mencatat jalannya persidangan. Mencatat setiap usulan dan keputusan serta merekapitulasi catatan sidang. Biasa ditugaskan pada presidium sidang III atau petugas khusus.

E.  Pengambilan Keputusan
Agar keputusan tidak bertentangan dengan kehendak dan tujuan organisasi, maka keputusan harus diambil dengan jalan musyawarah dan mufakat. Karena itu langkah-langkah pengambilan keputusan bisa dilakukan dengan sistem demokrasi (suara terbanyak), prinsip aklamasi, dan berdasarkan kompromi (lobying), yaitu para peserta dan pimpinan sidang terdapat kesepakatan. Untuk mengacu ke arah prinsip-prinsip di atas, dilakukan proses :
1.    Kualifikasi    : saling menyatakan pendapat diantara peserta
2.    Interpretasi   : penafsiran pendapat agar diperoleh kejelasan
3.    Motivikasi    : penggunaan alasan yang logis
4.    Integrasi       : pernyataan semua pendapat sebagai kesimpulan yang dapat diterima
oleh peserta sidang, serta dijadikan sebagai keputusan sidang 

F.   Ketentuan Sidang
Dalam persidangan ada beberapa ketentuan mendasar yang harus dipahami oleh pimpinan, peserta, dan peninjau sidang, diantaranya :
1.    Penggunaan Palu Sidang
Dalam persidangan, palu sidang mempunyai peranan penting untuk kelancaran sidang. Mulai dari penempatan, pemegangan, sampai pada penggunaan/ketukannya pula mempunyai etika sendiri. Apabila salah menggunakan atau mengetukkan palu sidang bisa mengakibatkan ketegangan-ketegangan diantara audien yang ada.
Cara mengetuk palu sidang adalah palu sidang diangkat setinggi kurang lebih 10—15 cm dari meja dengan sudut kemiringan kira-kira 50°-60° , kemudian diketuk dengan suara kira-kira dapat terdengar oleh seluruh orang yang hadir.
Adapun penggunaan atau ketukan-ketukan palu sidang adalah sebagai berikut:
a.    1 kali ketukan digunakan untuk:
1)   Menyerahkan dan menerima pimpinan sidang
“Dengan mengucapkan lafadz Bismillahirrahmanirrahim palu sidang saya serahkan kepada pimpinan sidang/presidium sidang yang lain”, ketuk palu 1 kali (tok), Kemudian pihak penerima menerima palu sidang lalu mengetuk palu sidang ke meja 1 kali (tok) lalu berkata “Dengan mengucapkan lafadz Bismillahirrohmannirrahim palu sidang saya terima”. Selanjutnya sidang dapat dilanjutkan kembali.
2)   Mengesahkan keputusan poin per-poin
“Apakah sepakat /setuju di dalam forum sidang ini tidak boleh menyalakan HP? Apabila peserta menyatakan sepakat / setuju maka ketuk palu 1x (tok)
3)   Menskorsing dan mencabut kembali skorsing sidang yang waktunya tidak terlalu lama (biasanya skorsing 1x… menit).
“Dengan mengucapkan lafadz Bismillahirrohmannirrahim sidang saya skors/skorsing saya buka selama 1x15 menit dari pukul…… s/d pukul…..”, ketuk palu 1x (tok). Atau “dengan mengucapkan lafadz Alhamdulillahirabbil ‘alamiin skorsing saya tutup”, ketuk palu 1x (tok).

b.    2 kali ketukan digunakan untuk:
1)   Menskorsing dan mencabut kembali skorsing sidang yang waktunya 2x… menit
“Dengan mengucapkan lafadz Bismillahirrohmannirrahim sidang saya skors/skorsing saya buka selama 2x15 atau 2x30 menit dari pukul…… s/d pukul….. ketuk palu 2x (tok-tok). Atau “dengan mengucapkan lafadz Alhamdulillahirabbil ‘alamiin skorsing saya tutup”, ketuk palu 2x (tok-tok).
2)   Melakukan lobying

c.    3 kali ketukan digunakan untuk:
1)   Membuka dan menutup sidang
“Dengan mengucapkan lafadz Bismillahirrohmannirrahim sidang/acara pada hari, tanggal, ….. dan tema … saya nyatakan resmi dibuka”, ketuk palu 3x (tok-tok-tok) kemudian mengucapkan salam. Atau “dengan mengucapkan lafadz Alhamdulillahirabbil ‘alamiin sidang/acara………, resmi saya nyatakan ditutup”, ketuk palu 3x (tok-tok-tok).
2)   Mengesahkan ketetapan final/akhir hasil sidang

d.   Ketukan berkali-kali (lebih dari tiga) berarti peringatan atau meminta perhatian peserta rapat


2.    Interupsi
Interupsi adalah menyela atau meminta waktu kepada pimpinan sidang untuk berbicara dan menemukakan pendapat. Interupsi dilakukan dengan mengangkat tangan terlebih dahulu dan berbicara setelah mendapat ijin dari presidium sidang. Interupsi  berlaku selama tidak menggangu persidangan.
Dalam persidangan, umumnya terdapat beberapa jenis tingkatan interupsi, yaitu:
a. Interupsi point of order : Digunakan untuk berbicara (mengemukakan pendapat) bersifat umum mengenai suatu hal, juga dapat digunakan untuk bertanya dan meminta kejelasan.
b. Interupsi point of information : Digunakan apabila ingin memberikan suatu informasi yang berkaitan dengan permasalah yang sedang dibahas. Interupsi ini memiliki tingkatan yang lebih tinggi dari yang pertama.
c.  Interupsi point of justification : Digunakan apabila menyatakan kesepakatan / setuju pada sebuah argumentasi.
d.   Interupsi point of clarification : Digunakan apabila ingin mengklarifikasi suatu permasalahan. Interupsi ini memiliki tingkatan yang lebih tinggi dari yang kedua.
e. Interupsi point of privillage : Digunakan apabila akan mengajukan ketersinggungan terhadap seseorang ataupun sesuatu hal. Dengan kata lain apabila pernyataan yang disampaikan oleh peserta lain sudah di luar pokok masalah dan cenderung menyerang secara pribadi. Interupsi ini memiliki tingkatan yang tertinggi, siapapun yang mengajukan interupsi ini harus lebih diperhatikan. Interupsi ini juga digunakan apabila ada kepentingan yang sangat mendesak misalnya ijin kebelakang
f.  Interupsi point of explanation : Bentuk interupsi untuk menjelaskan suatu pernyataan yang kita sampaikan agar tidak ditangkap keliru oleh peserta lain atau suatu pelurusan terhadap pernyataan kita.

3.    Skorsing
Skorsing adalah pengambilan waktu rehat dalam persidangan untuk keperluan tertentu, misalkan terjadi dead lock (kebuntuan) dalam persidangan dan untuk mencairkan suasana diambillah langkah skorsing. Lamanya skorsing ditentukan oleh pimpinan sidang atas persetujuan peserta sidang.

4.    Lobbying
Lobbying adalah penentuan jalan tengah atas konflik dengan skorsing waktu untuk menyatukan pandangan melalui obrolan antara dua pihak atau lebih yang berseberangan secara informal. Lobbying merupakan suatu bentuk kompromi dalam menyelesaikan perbedaan pendapat dalam pengambilan keputusan.

G.  Penutup
Dalam mempelajari teknik persidangan, tidaklah cukup kita memahami secara teoritis sampai dalam ruangan ini saja. Oleh karena itu dalam memahami teknik persidangan, yang dibutuhkan adalah ketekunan dan kemauan kita untuk mempelajarinya dengan cara banyak membaca guna menambah wawasan.


*    Makalah ini disampaikan dalam Latihan Dasar Kepemimpinan Remaja Masjid yang diselenggarakan oleh Remaja Masjid Fajrul Islam Kotaraja Jayapura, Tanggal 24 Juni 2012.
**   Penulis adalah Dosen Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) AL-Fatah Jayapura.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar