A.
Pendahuluan
Organisasi
adalah persekutuan (perkumpulan) dua orang atau lebih yang bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama dan
terikat dalam suatu ikatan hierarkis (senantiasa terdapat hubungan antar sesama
atau atasan dan bawahan). Secara hierarkis organisasi merupakan wadah kegiatan
administrasi, manajemen, dan proses antar personil yang ada di dalamnya.
Organisasi
selalu bertitik tolak pada peraturan-peraturan dalam pelaksanaan seluruh
aktivitasnya, sebagai upaya untuk mencapai tujuan bersama. Peraturan tersebut
adalah hasil keputusan musyawarah dalam organisasi yang telah disepakati
melalui rapat atau persidangan. Keputusan-keputusan yang diambil dalam
persidangan tentunya merupakan kebijaksanaan organisasi yang harus ditaati oleh
anggotanya. Sidang atau persidangan adalah salah satu kelengkapan organisasi
yang mutlak harus dimiliki oleh setiap organisasi, karena di tangan persidangan
inilah arah dan tujuan organisasi tersebut ditentukan. Melalui sidang pulalah
baik buruknya sebuah laju organisasi dapat dievaluasi.
Persidangan
atau rapat-rapat yang bersifat formal seperti rapat kerja (raker),
konggres/konferensi (membahas AD/ART dan suksesi pengurus) tentu bukan hal yang
asing lagi bagi organisatoris. Namun demikian tidak banyak diantara
organisatoris yang dapat menerapkan persidangan secara sistematis dengan
seperangkat aturan tertentu yang telah disepakati, sehingga persidangan yang
semestinya bersifat formal menjadi informal. Untuk dapat mewujudkan persidangan
formal yang sistematis dan terarah, maka dibutuhkan sebuah teknik persidangan
agar dapat dihasilkan keputusan-keputusan efektif penentu laju organisasi dan
tidak terjebak oleh keputusan-keputusan kaku yang bisa merugikan orang banyak.
B.
Pengertian Sidang
Secara
umum sidang adalah berkumpul, bermusyawarah, dan berunding. Sidang adalah
pertemuan formal suatu organisasi guna membahas masalah tertentu dalam upaya
menghasilkan keputusan sebagai sebuah kebijakan. Definisi sidang seringkali disinonim-kan
dengan rapat. Meskipun tidak sama persis, namun pada dasarnya keduanya memiliki
makna yang sama.
Sidang
merupakan forum formal bagi pengambilan keputusan yang akan menjadi kebijakan
dalam sebuah organisasi (berstruktur dan mempunyai susunan hierarkis) dengan
diawali oleh konflik. Rapat adalah forum yang bersifat formal bagi pengambilan
kebijakan organisasi dalam bentuk keputusan, kesepakatan atau lainnya tanpa
harus didahului oleh konflik. Sedangkan musyawarah adalah forum informal
sebagai sarana pengambilan keputusan, kesepakatan, penyebaran informasi atau
lainnya dalam sebuah institusi tanpa harus didahului oleh konflik.
C.
Macam-Macam Sidang
Sidang
ditinjau dari segi pesertanya (instansi pengambilan keputusan), adalah sebagai
berikut:
1.
Sidang
Pleno (disebut sidang besar karena
diikuti oleh seluruh peserta sidang tanpa kecuali (peserta dan peninjau).
ü Sidang pleno dipimpin oleh Presidium Sidang.
ü Sidang pleno biasanya dipandu oleh Steering Committee.
ü Sidang pleno membahas dan memutuskan segala sesuatu yang
berhubungan dengan permusyawaratan.
ü Sidang pleno dilakukan untuk memberi keputusan final agenda sidang
yang telah dirumuskan sebelumnya pada sidang komisi.
ü Termasuk ke dalam kategori sidang ini adalah sidang pendahuluan
yang biasanya untuk menetapkan jadwal, tata tertib, pembahasan agenda, dan
pemilihan presidium sidang. Sidang mengesahkan laporan pertanggung jawaban yang
dipimpin oleh presidium sidang.
2.
Sidang
Paripurna
ü Sidang paripurna diikuti oleh seluruh peserta dan peninjau
permusyawaratan
ü Sidang paripurna dipimpin oleh presidium sidang
ü Sidang paripurna mengesahkan segala ketetapan dan keputusan yang
berhubungan dengan permusyawaratan
ü Berisi tentang pengesahan akhir hasil-hasil sidang
3.
Sidang
Komisi (sidang ini hanya diikuti oleh
anggota komisi saja untuk memudahkan perumusan dan pengambilan kebijakan
sementara sehingga pembahasan bidang yang telah ditentukan lebih terfokus serta
untuk pematangan materi sebelum diplenokan (membahas lebih spesifik/rinci/detail
pada pokok permasalahan masing-masing komisi yang telah ditentukan pada sidang
pleno).
ü Dipimpin oleh ketua komisi serta dibantu sekretaris.
ü Ketua komisi dipilih dari dan oleh anggota komisi dalam komisi
tersebut
ü Sidang komisi beranggotakan peserta dan peninjau yang ditentukan
oleh sidang pleno
ü Keputusan pada sidang komisi bersifat non permanen (dapat berubah)
kemudian dibawa ke dalam sidang pleno untuk mendapat keputusan terakhir.
4.
Sidang
Sub Komisi (sidang ini lebih terbatas dalam
sidang komisi guna mematangkan materi lanjut.
Sidang
ditinjau dari struktur (jabatan) organisasi terbagi menjadi beberapa macam diantaranya
sebagai berikut:
ü Kongres / Muktamar / Munas / Mubes
ü Musyawarah Daera (MUSDA)
ü Konferensi
ü Rapat Tahunan Anggota
ü Rapat Kerja
ü Rapat Presidium
D.
Kelengkapan Sidang
1.
Pimpinan Sidang
Pimpinan sidang adalah orang yang memimpin persidangan dan di
tangannyalah kesepakatan-kesepakatan dalam persidangan ditetapkan. Dia dipilih
dari dan oleh pengurus serta anggota. Pimpinan sidang dituntut untuk bersikap
adil dan bijaksana dalam menyikapi pendapat-pendapat yang berkembang dalam
persidangan. Pimpinan sidang memiliki hak yang sama dengan peserta sidang.
Sukses tidaknya sebuah persidangan tergantung pada pimpinan sidang.
Oleh karena itu ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh pimpinan sidang,
antara lain sebagai berikut:
a.
mengarahkan
sidang dalam penyelesaian masalah
b.
menjelaskan
masalah yang akan dibahas
c.
memberi
kesempatan kepada peserta untuk
menyampaikan pendapat atau gagasan serta menyalurkan aspirasinya
d.
peka
terhadap masalah yang berkembang
e.
tidak
mudah terpancing (emosional) dan tidak memaksakan kehendaknya
f. menyimpulkan
dan menjelaskan hasil-hasil keputusan yang diambil serta mengusahakan untuk
mendapat kesepakatan dalam pengambilan keputusan
Diantara syarat-syarat yang harus dimiliki pimpinan sidang adalah:
a.
mempunyai
sikap leadership
b.
memiliki
pengetahuan yang cukup tentang persidangan dan wawasan luas
c.
bijaksana
dan bertanggung jawab
d.
peka
terhadap situasi dan cepat untuk mengambil inisiatif dalam situasi kritis
Pimpinan sidang dituntut mempunyai sikap sebagai berikut:
a.
simpatik
dan menarik
b.
disiplin
c.
sopan
dan hormat dalam kata-kata dan perbuatan
d.
bersikap
adil dan bijaksana terhadap peserta
e.
menghargai
pendapat orang lain (peserta)
2.
Peserta Sidang
Peserta sidang adalah orang yang memiliki kepentingan untuk
bersidang. Peserta sidang mempunyai hak diantaranya:
a.
Hak
Bicara, adalah untuk bertanya, mengeluarkan pendapat dan mengajukan usulan
kepada pimpinan baik secara lisan maupun tertulis.
b.
Hak
Suara, adalah hak untuk ikut ambil bagian dalam pengambilan keputusan.
c.
Hak
Memilih, adalah hak untuk menentukan pilihan dalam proses pemilihan.
d.
Hak
Dipilih, adalah hak untuk dipilih dalam proses pemilihan.
Peserta sidang mempunyai kewajiban diantaranya:
a.
Mentaati
tata tertib persidangan/permusyawaratan
b.
Menjaga
ketenangan/harmonisasi persidangan
3.
Peninjau
Peninjau adalah orang yang hadir dalam persidangan kecuali peserta
dan pimpinan sidang. Peninjau memiliki kewajiban yang sama dengan peserta sidang.
Peninjau memiliki hak yang sama dengan peserta sidang. Tetapi peninjau tidak
dapat menggunakan hak suaranya dalam pengambilan keputusan.
4.
Draft Sidang
Draft sidang adalah draft yang berisi permasalahan-permasalahan dan
bahan yang akan dibahas dalam persidangan. Biasanya terdiri dari draft tatib,
AD/ART, dll yang disusun sebelumnya oleh tim perumus sidang atau panitia
khusus.
5.
Konsideran
Lembar konsideran adalah kertas yang berisi lembaran
keputusan-keputusan apa saja yang akan diambil dalam persidangan.
6.
Tempat Sidang
Sebagai pertemuan formal, sidang memerlukan tempat yang memadai,
agar sidang berjalan dengan lancar dan tertib, serta tujuan yang dikehendaki
dapat tercapai. Karena itu, persyaratan di bawah ini perlu mendapat perhatian, seperti:
a.
Tempat
yang representatif (ruangannya luas)
b.
Ruangan
harus bersih dan sehat
c.
Keamanan
harus terjamin serta tersedia saran pengunjung lainnya.
7.
Perlengkapan Sidang
Dalam melaksanakan persidangan, ada beberapa perlengkapan sidang
yang harus diperhatikan, yakni:
a. palu
sidang (adalah palu yang digunakan untuk menetapkan suatu keputusan. Palu
sidang merupakan nyawa dari persidangan, karena walaupun keputusan telah
disepakati, tidak akan sah apabila tidak ada palu sidang untuk menetapkannya).
b. kursi
dan meja sidang
c. podium
d. pengeras
suara dan lain-lain
8.
Tata Tertib Sidang
Agar acara persidangan berjalan dengan lancar, maka diperlukan tata
tertib yang mendukung terciptanyakelancaran tersebut. Dengan demikian perlu
disusun tata tertib yang menyangkut:
a.
hak
dan kewajiban peserta sidang
b.
peraturan
mengenai keputusan sidang
c.
peraturan
hak suara dalam persidangan
d.
peraturan
pemilihan pemimpin siding dan sebagainya
9.
Quorum dan Pengambilan Keputusan
Quorum adalah syarat sahnya sidang dapat diadakan, karena tingkat quorum
menunjukkan sejauh mana tingkat representasi dari peserta sidang. Semakin
tinggi jumlah quorum, semakin tinggi pula tingkat representasi dari sidang
tersebut. Persidangan dinyatakan sah/quorum apabila dihadiri oleh
sekurang-kurangnya ½ + 1 dari peserta yang terdaftar pada panitia (bisa juga
ditentukan melalui konsensus).
Setiap keputusan didasarkan atas musyawarah untuk mufakat, dan jika
tidak berhasil diambil melalui suara terbanyak (½ + 1) dari peserta yang hadir
di persidangan. Bila dalam pengambilan keputusan melalui suara terbanyak
terjadi suara seimbang, maka dilakukan lobbying sebelum dilakukan pemungutan
suara ulang sampai ditemukan selisih.
10.
Notulensi
Bertugas untuk mencatat jalannya persidangan. Mencatat setiap
usulan dan keputusan serta merekapitulasi catatan sidang. Biasa ditugaskan pada
presidium sidang III atau petugas khusus.
E.
Pengambilan Keputusan
Agar
keputusan tidak bertentangan dengan kehendak dan tujuan organisasi, maka
keputusan harus diambil dengan jalan musyawarah dan mufakat. Karena itu
langkah-langkah pengambilan keputusan bisa dilakukan dengan sistem demokrasi
(suara terbanyak), prinsip aklamasi, dan berdasarkan kompromi (lobying),
yaitu para peserta dan pimpinan sidang terdapat kesepakatan. Untuk mengacu ke
arah prinsip-prinsip di atas, dilakukan proses :
1.
Kualifikasi : saling menyatakan pendapat diantara
peserta
2.
Interpretasi
: penafsiran pendapat agar diperoleh
kejelasan
3.
Motivikasi
: penggunaan alasan yang logis
4.
Integrasi
: pernyataan semua pendapat sebagai
kesimpulan yang dapat diterima
oleh peserta
sidang, serta dijadikan sebagai keputusan sidang
F.
Ketentuan Sidang
Dalam
persidangan ada beberapa ketentuan mendasar yang harus dipahami oleh pimpinan,
peserta, dan peninjau sidang, diantaranya :
1.
Penggunaan Palu Sidang
Dalam persidangan, palu sidang mempunyai peranan penting untuk
kelancaran sidang. Mulai dari penempatan, pemegangan, sampai pada
penggunaan/ketukannya pula mempunyai etika sendiri. Apabila salah menggunakan
atau mengetukkan palu sidang bisa mengakibatkan ketegangan-ketegangan diantara
audien yang ada.
Cara mengetuk palu sidang adalah palu sidang diangkat setinggi
kurang lebih 10—15 cm dari meja dengan sudut kemiringan kira-kira 50°-60° ,
kemudian diketuk dengan suara kira-kira dapat terdengar oleh seluruh orang yang
hadir.
Adapun penggunaan atau ketukan-ketukan palu sidang adalah sebagai
berikut:
a.
1
kali ketukan digunakan untuk:
1)
Menyerahkan
dan menerima pimpinan sidang
“Dengan mengucapkan lafadz Bismillahirrahmanirrahim
palu sidang saya serahkan kepada pimpinan sidang/presidium sidang yang
lain”, ketuk palu 1 kali (tok), Kemudian pihak penerima menerima palu sidang
lalu mengetuk palu sidang ke meja 1 kali (tok) lalu berkata “Dengan mengucapkan
lafadz Bismillahirrohmannirrahim palu sidang saya terima”. Selanjutnya
sidang dapat dilanjutkan kembali.
2)
Mengesahkan
keputusan poin per-poin
“Apakah sepakat /setuju di dalam
forum sidang ini tidak boleh menyalakan HP? Apabila peserta menyatakan sepakat
/ setuju maka ketuk palu 1x (tok)
3)
Menskorsing
dan mencabut kembali skorsing sidang yang waktunya tidak terlalu lama (biasanya
skorsing 1x… menit).
“Dengan mengucapkan lafadz Bismillahirrohmannirrahim
sidang saya skors/skorsing saya buka selama 1x15 menit dari pukul…… s/d
pukul…..”, ketuk palu 1x (tok). Atau “dengan mengucapkan lafadz Alhamdulillahirabbil
‘alamiin skorsing saya tutup”, ketuk palu 1x (tok).
b.
2 kali
ketukan digunakan untuk:
1)
Menskorsing
dan mencabut kembali skorsing sidang yang waktunya 2x… menit
“Dengan mengucapkan lafadz Bismillahirrohmannirrahim
sidang saya skors/skorsing saya buka selama 2x15 atau 2x30 menit dari pukul……
s/d pukul….. ketuk palu 2x (tok-tok). Atau “dengan mengucapkan lafadz Alhamdulillahirabbil
‘alamiin skorsing saya tutup”, ketuk palu 2x (tok-tok).
2)
Melakukan
lobying
c.
3
kali ketukan digunakan untuk:
1)
Membuka
dan menutup sidang
“Dengan mengucapkan lafadz Bismillahirrohmannirrahim
sidang/acara pada hari, tanggal, ….. dan tema … saya nyatakan resmi dibuka”,
ketuk palu 3x (tok-tok-tok) kemudian mengucapkan salam. Atau “dengan
mengucapkan lafadz Alhamdulillahirabbil ‘alamiin sidang/acara………, resmi
saya nyatakan ditutup”, ketuk palu 3x (tok-tok-tok).
2)
Mengesahkan
ketetapan final/akhir hasil sidang
d.
Ketukan
berkali-kali (lebih dari tiga) berarti peringatan atau meminta perhatian
peserta rapat
2.
Interupsi
Interupsi adalah menyela atau meminta waktu kepada pimpinan sidang
untuk berbicara dan menemukakan pendapat. Interupsi dilakukan dengan mengangkat
tangan terlebih dahulu dan berbicara setelah mendapat ijin dari presidium
sidang. Interupsi berlaku selama tidak
menggangu persidangan.
Dalam persidangan, umumnya terdapat beberapa jenis tingkatan
interupsi, yaitu:
a. Interupsi
point of order : Digunakan untuk berbicara (mengemukakan pendapat)
bersifat umum mengenai suatu hal, juga dapat digunakan untuk bertanya dan
meminta kejelasan.
b. Interupsi
point of information : Digunakan apabila ingin memberikan suatu
informasi yang berkaitan dengan permasalah yang sedang dibahas. Interupsi ini
memiliki tingkatan yang lebih tinggi dari yang pertama.
c. Interupsi
point of justification : Digunakan apabila menyatakan kesepakatan /
setuju pada sebuah argumentasi.
d.
Interupsi
point of clarification : Digunakan apabila ingin mengklarifikasi suatu
permasalahan. Interupsi ini memiliki tingkatan yang lebih tinggi dari yang
kedua.
e. Interupsi
point of privillage : Digunakan apabila akan mengajukan ketersinggungan
terhadap seseorang ataupun sesuatu hal. Dengan kata lain apabila pernyataan
yang disampaikan oleh peserta lain sudah di luar pokok masalah dan cenderung
menyerang secara pribadi. Interupsi ini memiliki tingkatan yang tertinggi,
siapapun yang mengajukan interupsi ini harus lebih diperhatikan. Interupsi ini
juga digunakan apabila ada kepentingan yang sangat mendesak misalnya ijin
kebelakang
f. Interupsi
point of explanation : Bentuk interupsi untuk menjelaskan suatu
pernyataan yang kita sampaikan agar tidak ditangkap keliru oleh peserta lain
atau suatu pelurusan terhadap pernyataan kita.
3.
Skorsing
Skorsing adalah pengambilan waktu rehat dalam persidangan untuk
keperluan tertentu, misalkan terjadi dead lock (kebuntuan) dalam
persidangan dan untuk mencairkan suasana diambillah langkah skorsing. Lamanya skorsing
ditentukan oleh pimpinan sidang atas persetujuan peserta sidang.
4.
Lobbying
Lobbying adalah penentuan jalan tengah atas konflik dengan skorsing
waktu untuk menyatukan pandangan melalui obrolan antara dua pihak atau lebih
yang berseberangan secara informal. Lobbying merupakan suatu bentuk kompromi
dalam menyelesaikan perbedaan pendapat dalam pengambilan keputusan.
G.
Penutup
Dalam
mempelajari teknik persidangan, tidaklah cukup kita memahami secara teoritis
sampai dalam ruangan ini saja. Oleh karena itu dalam memahami teknik
persidangan, yang dibutuhkan adalah ketekunan dan kemauan kita untuk
mempelajarinya dengan cara banyak membaca guna menambah wawasan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar